Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta

[ B E R I T A ]
Jumat, 10 Desember 2021 – Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta menerima Kunjungan Kerja Kelompok DPD di MPR Dalam Rangka Wacana Perubahan Ke 5 UUD NRI Tahun 1945,

Adapun daftar peserta rapat:

  1. Drs, Tamsil Linrung
  2. Syukur, S.H., M.H.
  3. Fahira Idris, S.E., M.H.
  4. Dr. Bambang Waluyo, S.H., M.H.
  5. Abdul Halim, M. Ag.
  6. Wicipto Setiadi, S.H., M.H.
  7. Khoirur Rizal Luthfi, S.H., M.H.
  8. Heru Suyanto, .H., M.H., CLA.
  9. Heru Sugiyono, S.H., M.H.
  10. Muhammad Helmi Fakhrozi, SHI., S.H., M.H.
  11. Dian Khoreanita Pratiwi, S.H., M.H.
  12. Taupiqurrahman, H., M.H.
  13. Rianda Dirkareshza S.H., M.H.
  14. Syamsul Hadi H., M.H.
  15. Ali Imran Nasution H., M.H.
  16. Rosalia Dika Agustanti, SH.., MH.

Sambutan oleh Dr. Erna Hernawati, Ak,CPMA,CA, Rektor UPNVJ.

Puji syukur kita panjatkan. Terima kasih kami sampaikan untuk kelompok DPD di MPR memberi kesempatan ke pada kami. Saya betul-betul mendapatkan kesempatan yang istimewa. Saya sendiri bukan orang hukum, tetapi dari ekonomi, tetapi tadi saya mendengarkan bahwa apa yang sedang diupayakan oleh DPD ini tetntunya merupakan suatau yang prioritas dimana teman-teman di FH memberikan masukan merupakan sesuatu yang strategis.

Kami dari UPNVJ tentunya sangat mensuport, di mana UPNVJ memiliki pakar-pakar, mudah-mudahan ini menjadi kesempatan bagi kita untuk memberikan saran-saran dan solusi bagi bapak-ibu DPD ini. Kami sebagai perguruan tinggi sangat mensupport betul apa yang bisa dikontribusikan dari Fakultas Hukum. Sekali lagi terima kasih atas kunjungannya, semoga terus menggandeng UPNVJ untuk memajukan Indonesia.

Sambutan dari Dr. Abdul Halim, M.Ag, Dekan Fakultas Hukum.

Atas bimbingan Bu Rektor, kami harus aktif dimana sebagai kampus bela negara maka FH UPNVJ harus proaktif akan perubahan. Jadi kami merasa sejalan dengan keinginan DPD ini. Kami memiliki dosen-dosen yang dapat melakukan penelitian-penelitian dan kajian-kajian untuk naskah akademik. Ada Prof. Bambang, Prof. Wicipto, dll. Apapun prodak undang-undang itu harus bersifat responsif, maka mekanisme responsif ini harus menjalani dan sesuai rukun-rukun demokrasi. Kami tidak mendukung DPD, tapi kami mendukung gaagsannya, maka kami kana melakukan kajian Kritis.

Sambutan oleh Ketua Kelompok DPD di MPR, DRS. Tamsil Linrung.

Ada 7 kajian yang akan dikaji, yaitu:

  1. Pokok-Pokok Haluan Negara;
  2. Penataan Kewenangan DPR;
  3. Penataan Kewenangan DPD;
  4. Penataan Sistem Presidensil;
  5. Penataan Kekuasaan Kehakiman;
  6. Penataan Sistem Hukum; dan
  7. Penataan Sistem Sosialisasi (4 Pilar).

Pertama, kenapa kita perlu haluan negara? Karena kita berharap pembagunan negara tidak mengalami diskontinuitas atas pergantian-pergantian kepemimpinan. Kecenderungan ini bisa dilihat di tingkat nasional, seperti janji politik yang tidak sesuai dengan haluan negara. Sehingga perlu haluan negara.

Kedua, penataan kewenangan MPR, di mana tugasnya hanya melantik dan memberhentikan presiden.

Ketiga, penataan kewenangan DPD. DPD dan DPR gajinya sama, kedudukannya sama, tetapi kewenangannya berbeda. Kadang kita DPD disini punya beban moral. Kami tidak ikut memutuskan undang-undang. Karena itu kita perlu melakukan penataan terkait pasal 22 ayat E.

Keempat, penataan prinsip presidensial. Saya melihat bahwa terutama yang terkait ambang batas pencalonan presiden ini membumbungi demokrasi karena ada fakta empiris diluar teori-teori demokraasi. Dari 9 partai politik, ada 7 partai gemuk, padahal presiden harus diusung dari 20% kursi dari DPR RI. Artinya 7 partai ini tidak akan mengusulkan 1 calon saja, pasti ada 2 calon dimana ada 1 calon yang memang dan 1 calon yang menang, dimana ada keepakataan, sehingga selesai masalah. Ini tidak boleh terjadi. Kami di DPD sudah berupaya melakukan:

  • Melakukan revisi pembahasan di parelmen dimana memasukan menjadi prolegnas prioritas, tetapi dicabut. Sehingga masih berlaku UU 7/2017 untuk pemilu 2024.
  • Maju judicial revie ke MK.

Semua warga negara memiliki hak untuk mencalonkan dan dicalonkan. Dimana memiliki posisi yang sama atas kedudukan hukum. Jadi kalau UPN atau Muhammadiah ingin mengususlkan secara perorangan maka bisa mengajukan.

Lebih baik menjadi 6 paket dari pada 2 paket tetapi membuat masyarakat indonesia terpecah, ada “cebong” ada “kampret”. Apabila ini masih dipertahankan, maka seperti membangun pemerintahan yang diktatorial. Ambang batas ini hanya membungkam demokrasi. Kami berharap dari UPN melakukan kajuian dan memberikan masukan naskah akademik kepada kami.

  • Sesi diskusi yang dipimpin oleh Dr. Slamet Tri Wahyudi.

Wacana perubahan amandemen ini merupakan isu yang sangat menarik untuk didiskusikan dimana menjalin kerjasama dengan akademisis. Harapan kami aspirasi dari akademisis upnvj dapat menjadi rekomendasi atas perubahan ke 5 UUD NKRI 1945. Untuk tanggapan yang pertama kami persilakan untuk bapak Prof Bambang Waluyo.

  • Prof Bambang waluyo

Intinya saya pribadi sangat-sangat setuju dimana ini menimbulkan gap antara ketatanegaraan. Menurut saya dari 7 usulan itu masih uptodate. Kedua, kaitannya dengan amandemen ke 5, saya setuju juga karena apa yang sudah dijelaskan pak Tamsil tadi. Dengan MPR tidak bisa menetapkan GBHN, itu seperti “sak karepe dewe” jadi perlu ada GBHN agar tidak ada kepentingan kepentingan yang tidak yuridis, ekonomis dll. Untuk pasal 22, itu saya lihat juga kurang. Apabila anggota DPD dan DPR jomplang, tetapi jangan keterlaluan, mungkin dari alasan ideologi, ekologi, ekonomi. Kemudinan untuk amandemen ke 5 itu perlu, misalnya dari sisi kelembagaan. Mungkin perlu adanya penguatan peran humas agar tidak kalah dengan DPR.

Karena memang dari faktanya, DPD kalah dengan DPR, dari konstitusi juga kalah, untuk dari jumlahnya juga mungkin jumlahnya bisa disesuaikan dengan jumlah penduduknya. Intinya kami mendukung untuk amandemen ke 5 sesuai tupoksi DPD. Ini dimulai dari konstitusinya dan ideologi. Terima kasih.

  • Dr Wicipto

Yang pertama, kami keluarga besar FH UPNVJ berterima kasih kepada ketua kelompok DPD karena telah mendatangi kami. Tujuh isu yang direkomendasikan ini mungkin isu yang strategis, kami dari akademisi tentu memerlukan kajian yang mendalam. Beberapa hari yang lalu saya mendampingi mahasiswa untuk lomba amandemen ke 5, dan alhamdulilah UPN lolos 10 besar. Kemudian ditambah lagi, FH UPN punya PUSKOLEGA yang baru beberapa waktu lalu dibentuk dan saya memimpin PUSKOLEGA tersebut.

Kemudian saya siap untuk mendukung kajiann, karena kami sisfatnya untuk memebrikan kajian sampai mungkin perlu diperhitungkan manfaat dan mudharatnya, seperti kenapa masuk ke kontitusi, kenpa cuma 7? Mungkinkan ada yang berpendapat ini politis. Oleh karena itu kami pada prinsipnya siap untuk mendukung 7 isu strategis yang direkomendasikan MPR. Ada GBHN, penguatan lembaga kenegaraan dll, dan ini saya kira perlu mendapatkan kajian yang cukup dalam. Mungkin seperti apa yang disampaikan Prof Bambang mengenai proporisonal jumlah, maka dari saya apabila ada pertanyaan inklusif, kenapa hanya perwakilan daerah saja? Kenapa tidak ada perwakilan golongan? Sehingga masyarakat tidak mengganggap sinis DPD.

Kemudian berikutnya amandemen ke 5 ini sangat bergantung pada keputusan politik. Sangat berpengaruh juga dari DPD. Sehingga kajian-kajian yang akan dilakukan oleh kami tidak akan begitu besar manfaatnya apabila tidak ada dukungan dari DPD, karena kami berada di luar itu, kami pinjam tangan ke DPD agar keputusan politik itu bisa dijalankan.

Terakhir mengenai prosedural, ini sengan diatur pasal 437 UUD, saya kira ini perlu diikuti sehingga tidak seperti UU Ciptaker. Kemudian terakhir terkait materi muatan konstitusi, apakah 7 isu yang direkomendasikan MPR, apakah materi muatan ini masuk ke dalam materi muatan konstitusi? Apabila baca UU 12/2011, materi muatan konstitusi itu tidak dimuat sama sekali. UU, PP, Perpres dimuat, tetapi UUD 1945 tidak dimuat. Kami siap mendukung kajian-kajian yang lebih dalam.

Tanggapan Drs. Tamsil Linrung

Saya tidak terpikir UU 12/2011, sehingga menurut saya ini penting dilakukan kajian ketatanegaraan. Luar biasa ini UPN terkait konstitutional drafting di Bogor. Jadi saya sampaikan, ada beberapa opsi-opsi terkait amandemen ini, semenjak amandemen 1-4 sebenarnya ada kegelisahan, tetapi ada yang mungkin di “zona aman”. Makanya orang berpendapat, kalau di Indonesia itu covid yang korban, kalau di negara lain covid yang makan korban karena ada orang yang banyak mengambil keuntungan. Ada juga yang berpendapat untuk kembali ke UUd 1945 pertama, sehingga UUD yang sekarang ini namanya UUD 2002, bukan 1945. Ada juga yang berpendapat untuk amandemen sebagian. Kajian ini bukan hanya 5 tahun terakhir tetapi sudah 2 periode atau sudah 10 tahun terakhir. Terkait jumlah perwakilan, konsep awal DPD itu ingin membuat keseimbangan untuk mewakili daerah, bukan keseimbangan mewakili masyarakat. Untuk perwakilan golongan, ini saya dukung

Inysallah kita akan lanjutkan. Civil society ini menjadi yang utama karena mencangkup kepentingnan bangsa. Sekali lagi terimaksih banyak, mudah-mudahan kami bisa membawa ketua DPD kesini. Sekian, terima kasih. – ungkap Fahira Idris, S.E., M.H.

Closing statement oleh Dekan FH UPNVJ.

Atas nama pimpinan FH UPNVJ, saya mengucapkan terima kasih kepada Tamsil dan Fahira. Pada intinya memang sebagai Perguruan Tinggi kami perlu memberikan kajian-kajian dan sumbangan pemikiran untuk permasalahan bangsa. Terakhir, kami sedang memasuki UAS. Sehingga januari nanti kosong, tidak ada pembelajaran dan kami para dosen fokus akan penelitian. Apabila ada kekurangan, kami memohon maaf, Wasaaalamualaikum Wr. Wb.

Share

29 comments on “Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta menerima Kunjungan Kerja Kelompok DPD di MPR Dalam Rangka Wacana Perubahan Ke 5 UUD NRI Tahun 1945

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?