Senin, 25 Maret 2024 – Dosen dan Koordinator Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta Dr. Ahmad Ahsin Thohari, S.H., M.H. menjadi narasumber dalam kegiatan diskusi publik bertajuk “Menelaah Ambang Batas Parlemen dan Presiden sebagai Sistem Perwakilan Proporsional Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945”.

Selain Thohari, hadir pula sebagai narasumber adalah Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, dan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Heroik M. Pratama.

Diskusi publik ini diselenggarakan oleh Fraksi Partai Golkar (FPG) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) di Hotel Amaroossa Grande Bekasi, Senin, 25 Maret 2024.

Berita Terkait :  Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M. Ahli Pidana FH UPNVJ Sebut Kekerasan Seksual Masuk dalam Kejahatan Paling Serius

Dalam diskusi tersebut, Thohari menyampaikan materi berjudul “Ambang Batas Parlemen dan Presiden: Dilema, Skala Prioritas, dan Harapan”. Menurut Thohari, konsep ambang batas parlemen (parliamentary threshold, hurdle clause) memiliki sejarah yang panjang dan penuh perdebatan. Ambang batas parlemen mengharuskan adanya persentase minimum suara yang harus dicapai partai politik untuk mendapatkan perwakilan di parlemen

Konsep ini muncul di Eropa pada abad ke-19 sebagai cara untuk membatasi jumlah partai politik di parlemen. Ide ini hampir bersamaan dengan ditinggalkannya konsep negara penjaga malam (nachwachterstaat) menuju negara kesejahteraan (welfare state). Ambang batas parlemen bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih stabil dengan mengurangi fragmentasi politik di parlemen dan mendorong pembangunan koalisi. Thohari juga mengingatkan dilema antara tujuan menyederhanakan partai politik atau meminimalisasi banyaknya suara yang terbuang (wasted votes).

Adapun mengenai ambang batas pencalonan presiden, Thohari menggarisbawahi bahwa pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin harus dipahami sebagai satu peristiwa hukum yang berdiri sendiri setiap lima (5) tahun sekali. Oleh karena itu, adalah absurd mempersyaratkan pengusulan calon presiden dan wakil presiden tetapi mengaitkannya dengan perolehan kursi atau suara sah pemilu sebelumnya

Berita Terkait :  Menekankan Pendekatan untuk Profil Lulusan, Andi Hartono menjadi Narasumber dalam FGD Pendirian Prodi Hukum Bisnis FH UPNVJ
Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?