Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (IKA FH UPNVJ) sukses menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk “Putusan MK 135: Antara Dinamika Konstitusi dan Harapan Anak Muda” pada Kamis, 11 September 2025. Acara yang digelar secara hybrid ini menghadirkan tiga narasumber utama: Prof. Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H. (Guru Besar Hukum dan Kenegaraan FH UPNVJ), Dr. H. Ferry Kurnia Rizkiyansyah, M.Si. (mantan Komisioner KPU RI), dan Iqbal Kholidin (peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi).

Webinar ini menjadi wadah strategis untuk membedah implikasi konstitusional dan politis Putusan Mahkamah Konstitusi No.135/PUU-XXII/2024, khususnya terkait penyelenggaraan pemilu dan pilkada di Indonesia. Tidak hanya itu, forum ini juga membuka ruang aspirasi bagi generasi muda agar terlibat aktif dalam diskursus demokrasi.

Dalam sesi kedua webinar “Putusan MK 135: Antara Dinamika Konstitusi dan Harapan Anak Muda” yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum UPNVJ, Guru Besar Hukum dan Kenegaraan UPNVJ, Prof. Dr. Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H., menegaskan bahwa menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 bukanlah perkara sederhana.

Berita Terkait :  Siap Menatap Masa Depan, 137 Lulusan Sarjana Hukum FH UPNVJ Raih Pembekalan Yudisium

Menurutnya, dari perspektif konstitusional, problem utama justru terletak pada aturan transisi. Undang-Undang Pemilu memang menetapkan periode lima tahunan, tetapi jika mekanisme pemilu/pilkada berubah, harus disertai dengan norma peralihan yang jelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum. “Untuk undang-undang pemilu yang baru periodenya tetap lima tahun, tetapi nanti harus ada aturan peralihannya,” tegasnya.

Prof. Taufiqurrohman juga menyoroti kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang tetap dapat mengubah mekanisme pemilu. Bahkan, secara teoritis, DPR memiliki ruang untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung menjadi tidak langsung. Apabila nantinya norma baru itu kembali diuji di Mahkamah Konstitusi, hal tersebut menurutnya menjadi persoalan tersendiri dalam dinamika ketatanegaraan.

Penegasan ini menunjukkan bahwa proses legislasi dan uji materi di MK berjalan paralel sebagai mekanisme check and balance, sehingga konstitusi tidak bersifat statis, melainkan terus berinteraksi dengan perkembangan politik dan hukum.

Berita Terkait :  FH UPNVJ Gelar PPKMB Mahasiswa Baru Program Magister dan Doktor Tahun Akademik 2025/2026

Lebih jauh, akademisi yang juga pernah menjabat sebagai anggota Komisi Yudisial RI ini menilai bahwa putusan MK 135 membuka konsekuensi luas, baik dalam desain demokrasi elektoral maupun dalam praktik ketatanegaraan sehari-hari.

  • Dari sisi demokrasi, perubahan jadwal maupun mekanisme pemilu berpotensi menggeser pola partisipasi rakyat, sehingga memerlukan edukasi politik yang intensif.

  • Dari sisi politik praktis, aturan peralihan menentukan legitimasi pejabat yang diangkat sementara (Pj. Kepala Daerah) dan dapat berpengaruh terhadap stabilitas pemerintahan daerah.

  • Dari sisi konstitusi, DPR dituntut merumuskan norma yang tidak sekadar teknis, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip dasar UUD 1945, khususnya soal kedaulatan rakyat dan kepastian hukum.

Menutup paparannya, Prof. Taufiqurrohman menekankan pentingnya diskusi berkesinambungan di berbagai forum akademik maupun publik. Baginya, Putusan MK 135 tidak boleh hanya dilihat sebagai produk hukum, melainkan sebagai pemicu dialog kritis untuk mencari solusi konstitusional yang bisa dijadikan rujukan utama dalam menjaga demokrasi Indonesia.

Share

Contact Us

×