Jakarta, 19 November 2024 – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), isu tentang hak cipta dan etika dalam penggunaan data menjadi perhatian global. Untuk menjawab tantangan ini, Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta mengadakan seminar internasional bertajuk “Navigating Creativity and Control: Balancing Freedom and Regulation in the Digital Economy Era”. Acara ini dihadiri oleh akademisi, pakar hukum, pembuat kebijakan, serta pelaku industri teknologi.

Salah satu narasumber utama, Prof. Stefen Koos dari Universitas Bundeswehr Munich, Jerman, memberikan perspektif mendalam tentang dua kasus yang sedang menjadi sorotan global, yaitu Sarah Andersen et al. vs Stability AI, MidJourney, dan DeviantArt serta The New York Times vs OpenAI dan Microsoft. Dalam paparannya, Prof. Koos menggarisbawahi bagaimana AI yang bergantung pada data dalam jumlah besar sering kali menghadapi dilema etika dan hukum.

“Masalah sebenarnya bukan pada teknologi AI, tetapi pada data yang digunakan untuk melatihnya,” jelas Prof. Koos. Ia menambahkan bahwa algoritma AI mampu mereplikasi pola kreatif dengan presisi tinggi, sehingga memunculkan risiko pelanggaran hak cipta secara tidak langsung. “Ini bukan sekadar soal legalitas, tetapi juga etika. Ketika data kreatif digunakan tanpa izin atau kompensasi, muncul pertanyaan besar tentang keadilan.”

Berita Terkait :  Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta Gelar Kegiatan Re-Akreditasi Bersama Prof. Dr. Mella Ismelina, F.R., S.H., M.Hum.

Regulasi yang Melindungi, Bukan Membatasi

Seminar ini juga menyoroti perlunya regulasi global yang seimbang untuk menjawab tantangan era digital. Dalam diskusi, Prof. Koos mengingatkan bahwa teknologi tidak boleh berkembang dengan mengorbankan hak para kreator. “Regulasi bukanlah penghambat inovasi,” tegasnya. “Sebaliknya, regulasi adalah alat untuk memastikan ada penghormatan terhadap karya manusia sekaligus memberikan ruang bagi teknologi untuk terus berkembang.”

Diskusi juga membahas tantangan implementasi regulasi di berbagai negara, mengingat adanya perbedaan pendekatan hukum. Para pembicara menekankan pentingnya kolaborasi global untuk menciptakan standar yang harmonis, terutama dalam konteks ekonomi digital yang bersifat lintas batas.

Belajar dari Kasus Global

Salah satu momen penting dalam seminar adalah pembahasan kasus The New York Times vs OpenAI dan Microsoft, di mana teknologi AI menghasilkan konten yang secara substansi menyerupai artikel aslinya. “Hasilnya memang terlihat berbeda, tetapi strukturnya tetap mencerminkan karya orisinal,” ujar Prof. Koos. Hal ini memicu diskusi panjang tentang batas antara fair use dan pelanggaran hak cipta.

Berita Terkait :  BEM FH UPNVJ Adakan Audiensi Aspirasi Mahasiswa SARAHSEHAN 1 Tahun 2024

Sementara itu, kasus Sarah Andersen et al. vs Stability AI, MidJourney, dan DeviantArt menjadi contoh bagaimana seniman merasa dirugikan oleh AI yang mengakses dan menggunakan karya mereka tanpa izin. Hal ini memperkuat urgensi pembentukan kebijakan yang melindungi hak kreator.

Masa Depan Kolaborasi Hukum dan Teknologi

Di akhir seminar, para peserta sepakat bahwa pendekatan lintas disiplin diperlukan untuk menjawab tantangan ini. Pemerintah, akademisi, industri teknologi, hingga masyarakat sipil perlu bersinergi menciptakan ekosistem digital yang adil.

“AI adalah pedang bermata dua. Jika kita tidak mengelolanya dengan baik, inovasi bisa berubah menjadi ancaman,” tutup Prof. Koos. Seminar ini menjadi langkah awal dalam membangun dialog konstruktif tentang keseimbangan antara kebebasan berkreasi dan tanggung jawab etika di era digital.

Seminar internasional ini tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga memantik diskusi lebih luas tentang masa depan regulasi teknologi AI, terutama di sektor kreatif. Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta berhasil menjadi ruang diskusi strategis untuk menghadapi tantangan hukum di era digital yang terus berkembang.

Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?