Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dalam sesi ini dikatakan bahwa diskriminasi merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Selain itu diskriminasi itu sudah struktural di Indonesia, dimulai dari penggunaan kata disabel yang artinya tidak bisa (dis “tidak” dan able “bisa”) melakukan sesuatu dengan menggunakan kata difabel yang (differently “berbeda” able “bisa”) yang artinya bisa melakukan namun dengan cara yang berbeda. Jadi diskriminasi kepada difabel sudah sangat struktural.
Oleh karena itu, terkait dengan kuota 1% bagi penyandang disabilitas untuk menjadi calon anggota legislatif perlu dipikirkan juga terkait dengan infrastruktur sudah memadahi atau belum, lalu apakah sesuai dengan kebutuhan dari partai politik, dan apakah penyandang disabilitas ini punya hak untuk membuat kebijakan dan pasti akan terpilih. Maka berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengubahan UU Pemilu dan menyertakan affirmative action untuk difabel serta perlu adanya utusan golongan, yaitu kamar untuk menampung untuk orang-orang yg tidak bisa tarung bebas dalam pemilu, seperti orang yang berasal dari suku dalam yang sulit untuk mendapatkan suara dalam pemilu, sama halnya difabel ini.