Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Namun, Indonesia sebagai negara hukum menjamin bahwa seluruh warga negara memiliki hak yang sama termasuk hak untuk dapat dipilih dan memilih dalam kegiatan pemilihan umum (Pemilu). Hak politik ini juga dimiliki oleh penyandang disabilitas. Namun proses pemenuhan hak politik bagi penyandang disabilitas tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Dr. Suherman, S.H., LL.M. Dekan FH

Belum terpenuhinya hak untuk dipilih dan memilih dalam kegiatan pemilu menjadi dasar diadakannya kegiatan focus group discussion antara FH UPNVJ dengan PPDI pada hari Jumat, 15 September 2023. Kegiatan ini dibuka dengan sambutan dari Dekan FH UPNVJ yaitu Bapak Suherman dalam sambutannya ia berharap adanya kegiatan ini tidak hanya membuka wawasan terkait hak politik disabilitas namun juga sebagai bahan acuan untuk penelitian dosen-dosen yang lain. 

Berita Terkait :  Mempersiapkan Mahasiswa/i untuk KKN Tematik, FH UPNVJ Melakukan Kerjasama dengan Pemerintah Desa Urug, Kec. Sukajaya, Kab. Bogor

 Acara dilanjutkan dengan pemaparan dari Bapak Ali Imran Nasution selaku Dosen FH UPNVJ dalam pemaparannya ia menjelaskan terkait dengan pengertian penyandang disabilitas, regulasi terkait hak politik penyandang disabilitas serta perbandian antara Indonesia dan negara lain terkait pemenuhan hak politik bagi penyandang disabilitas. Ia juga menekankan bahwa dalam undang-undang tidak ada yamg melarang kekurangan fisik tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan pemilu selama ada surat keterangan sehat yang dikeluarkan oleh Dokter.

 Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Bapak Reinhard selaku ketua PPDI cabang Jakarta, ia menerangkan terkait hak politik penyandang disabilitas serta tantang dan hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas ketika ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif.

Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dalam sesi ini dikatakan bahwa diskriminasi merupakan hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Selain itu diskriminasi itu sudah struktural di Indonesia, dimulai dari penggunaan kata disabel yang artinya tidak bisa (dis “tidak” dan able “bisa”) melakukan sesuatu dengan menggunakan kata difabel yang (differently “berbeda” able “bisa”) yang artinya bisa melakukan namun dengan cara yang berbeda. Jadi diskriminasi kepada difabel sudah sangat struktural.
Oleh karena itu, terkait dengan kuota 1% bagi penyandang disabilitas untuk menjadi calon anggota legislatif perlu dipikirkan juga terkait dengan infrastruktur sudah memadahi atau belum, lalu apakah sesuai dengan kebutuhan dari partai politik, dan apakah penyandang disabilitas ini punya hak untuk membuat kebijakan dan pasti akan terpilih. Maka berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengubahan UU Pemilu dan menyertakan affirmative action untuk difabel serta perlu adanya utusan golongan, yaitu kamar untuk menampung untuk orang-orang yg tidak bisa tarung bebas dalam pemilu, seperti orang yang berasal dari suku dalam yang sulit untuk mendapatkan suara dalam pemilu, sama halnya difabel ini.

Berita Terkait :  Kuliah Umum Hukum Internasional "The Future Of International Economic Law"
Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?