Dr. Disiplin F. Manao Bahas Dinamika Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dalam PKPA Angkatan VIII Kolaborasi DPP IKADIN, DPC PERADI Jakarta Barat, & FH UPNVJ
- Sabtu, 4 Oktober 2025
- HUMAS FH
- 0

Jakarta, 4 Oktober 2025 — Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (FH UPNVJ) kembali menghadirkan narasumber berpengalaman dalam dunia peradilan dalam rangkaian Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VIII, hasil kolaborasi antara Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP IKADIN), Dewan Pimpinan Cabang PERADI Jakarta Barat, dan FH UPNVJ.
Kali ini, kegiatan menghadirkan Dr. Disiplin F. Manao, S.H., M.H., Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram, yang menyampaikan materi bertajuk “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)”. Sebagai seorang hakim karier dan akademisi yang berpengalaman dalam hukum administrasi negara, Dr. Manao membahas secara komprehensif aspek teori, praktik, serta relevansi hukum acara PTUN dalam menjaga prinsip negara hukum dan pemerintahan yang bersih (clean government).
Dalam pembukaannya, Dr. Manao menegaskan bahwa keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan manifestasi dari prinsip Rechtstaat (Negara Hukum) sebagaimana digagas oleh Friedrich Julius Stahl dan termaktub dalam UUD 1945. PTUN hadir sebagai sarana kontrol yuridis terhadap tindakan pemerintah agar setiap keputusan administrasi pemerintahan berjalan sesuai hukum dan asas good governance.
“PTUN adalah benteng terakhir warga negara dalam mencari keadilan ketika haknya dilanggar oleh keputusan atau tindakan pejabat pemerintahan. Di sinilah peran hakim dan advokat diuji dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dan perlindungan hak individu,” ujar Dr. Manao membuka sesinya.
Beliau juga menyoroti fenomena meningkatnya gugatan masyarakat terhadap keputusan pemerintah, khususnya sejak diberlakukannya otonomi daerah, yang menandakan tumbuhnya kesadaran hukum dan partisipasi publik dalam pengawasan kekuasaan.
Sengketa Tata Usaha Negara dan Perluasan Makna KTUN
Lebih lanjut, Dr. Manao menjelaskan bahwa Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah sengketa yang timbul antara orang atau badan hukum perdata dengan pejabat atau badan TUN, baik di pusat maupun daerah, akibat dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Ia menjabarkan bahwa melalui perkembangan regulasi, makna KTUN kini tidak hanya mencakup keputusan tertulis, tetapi juga tindakan faktual administrasi pemerintahan yang berdampak langsung pada hak warga negara. Perluasan ini ditegaskan dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memungkinkan tindakan faktual pejabat publik menjadi objek gugatan di PTUN.
“Perluasan makna KTUN adalah bentuk evolusi hukum administrasi kita. Dulu, tindakan faktual tidak bisa digugat. Sekarang, tindakan yang nyata-nyata merugikan warga bisa diuji di PTUN. Ini bukti bahwa hukum kita semakin progresif dalam melindungi rakyat,” tegasnya.
Upaya Administratif dan Prinsip Ultimum Remedium
Dalam penjelasannya, Dr. Manao menekankan pentingnya memahami hierarki penyelesaian sengketa TUN, yang terdiri atas dua tahap: upaya administratif (premium remedium) dan gugatan ke PTUN (ultimum remedium).
Upaya administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dan 51 UU Peratun jo. Pasal 75 UU Nomor 30 Tahun 2014, dilakukan melalui mekanisme keberatan dan banding administratif di lingkungan pemerintahan sendiri. Baru setelah tahapan itu ditempuh, penggugat dapat mengajukan gugatan ke PTUN.
Pendekatan ini, menurut beliau, merupakan bentuk kehati-hatian sistem hukum dalam menjaga keseimbangan antara fungsi eksekutif dan yudikatif.
Karakteristik Khusus Hukum Acara PTUN: Hakim Aktif dan Pembuktian Bebas
Dr. Manao menjelaskan bahwa Hukum Acara PTUN memiliki karakteristik berbeda dari peradilan umum. Hakim dalam perkara TUN berperan aktif (dominus litis) karena bertugas mencari kebenaran materiil, bukan sekadar memeriksa berdasarkan dalil formal para pihak.
Selain itu, PTUN menggunakan sistem pembuktian bebas (vrij bewijs) yang memberikan ruang bagi hakim untuk menentukan sendiri apa yang harus dibuktikan dan alat bukti mana yang relevan. Hal ini menegaskan peran hakim sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara.
“Hakim PTUN tidak hanya sekadar memeriksa dokumen, tetapi menggali kebenaran yang sebenarnya. Itulah mengapa advokat harus memahami substansi administrasi pemerintahan sebelum mengajukan gugatan,” jelas Dr. Manao menekankan kepada peserta PKPA.
Fiktif Positif dan Fiktif Negatif: Dinamika Baru dalam Administrasi Pemerintahan
Salah satu topik menarik dalam sesi ini adalah penjelasan mengenai konsep keputusan fiktif positif dan fiktif negatif.
Fiktif negatif, diatur dalam Pasal 3 UU Peratun, menyatakan bahwa apabila pejabat tidak memberikan keputusan dalam waktu 4 bulan, maka dianggap telah menolak permohonan.
Sedangkan fiktif positif, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan, berarti bahwa permohonan yang tidak dijawab dalam jangka waktu tertentu dianggap dikabulkan secara hukum.
“Konsep fiktif positif adalah bentuk inovasi hukum untuk mendorong birokrasi agar lebih responsif terhadap masyarakat. Hukum tidak boleh diam menghadapi kelambanan administrasi,” ujar beliau penuh penekanan.
Proses Gugatan di PTUN: Dari Dismissal hingga Putusan
Dr. Manao memaparkan secara sistematis tahapan proses perkara di PTUN, mulai dari pemeriksaan dismissal, pemeriksaan persiapan, pembuktian, hingga putusan dan eksekusi.
Ia menjelaskan bahwa hakim memiliki kewenangan untuk melakukan dismissal terhadap gugatan yang tidak memenuhi syarat formil, serta memberi kesempatan kepada penggugat untuk melengkapi gugatan dalam pemeriksaan persiapan.
Dalam aspek pembuktian, beliau menegaskan bahwa alat bukti di PTUN meliputi surat, saksi, ahli, pengakuan, dan pengetahuan hakim, dengan bobot pembuktian yang lebih menekankan pada keabsahan prosedur penerbitan keputusan administrasi.
Inovasi Peradilan Modern: Implementasi E-Court dalam PTUN
Sebagai wujud reformasi peradilan modern, Dr. Manao juga membahas implementasi sistem e-Court dalam lingkungan PTUN berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2019 jo. Perma No. 7 Tahun 2022.
Melalui sistem ini, advokat dan masyarakat dapat melakukan pendaftaran perkara (e-filing), pembayaran biaya perkara (e-payment), pemanggilan pihak secara daring (e-summons), dan persidangan elektronik (e-litigation).
“Digitalisasi peradilan adalah masa depan penegakan hukum. Dengan e-Court, kita wujudkan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, sesuai amanat undang-undang,” terang Dr. Manao.
Relevansi Materi Bagi Calon Advokat PKPA Angkatan VIII
Menutup pemaparannya, Dr. Disiplin F. Manao menegaskan bahwa memahami hukum acara PTUN bukan hanya penting bagi hakim dan aparatur pemerintah, tetapi juga bagi advokat. Seorang advokat profesional harus mampu membaca dinamika hubungan hukum antara warga negara dan pemerintah dengan perspektif hukum administrasi yang objektif dan berimbang.
“Advokat yang baik harus menjadi penjaga kepastian hukum dan pengawal akuntabilitas pemerintahan. Penguasaan hukum acara PTUN adalah kunci untuk itu,” tutupnya dengan pesan inspiratif.
Sesi bersama Dr. Disiplin F. Manao ini merupakan bagian integral dari PKPA Angkatan VIII, hasil kolaborasi strategis antara DPP IKADIN, DPC PERADI Jakarta Barat, dan Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta.
Kegiatan ini mempertegas komitmen FH UPNVJ dalam membentuk calon advokat yang kompeten, etis, dan berwawasan bela negara, serta mampu menjawab tantangan hukum di era modern. Melalui kehadiran para narasumber profesional seperti Dr. Manao, peserta PKPA dibekali tidak hanya dengan pengetahuan normatif, tetapi juga wawasan praktis yang relevan dengan praktik hukum nasional.