Dekan Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta : Perlunya Pembatasan PK dalam RUU Hukum Acara Perdata
- Senin, 27 Juni 2022
- 0
Hukum Online – Praktik upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) dalam hukum acara perdata perlu pengaturan lebih detil dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Acara Perdata. Karenanya dalam perumusan dan pembahasan antara DPR dan pemerintah perlu mendapat perhatian secara serius demi kepastian hukum. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus persoalan tersebut dengan membatasi PK dalam perkara perdata hanya dapat dilakukan satu kali.
Dekan Fakultas Hukum Univesitas Pembangunan Nasional (FH UPN) Veteran Jakarta, Abdul Halim berpandangan pengaturan PK dalam perkara perdata semestinya dibatasi maksimal satu kali dalam RUU Hukum Acara Perdata. Sebab pembatasan tersebut selain dalam rangka memberikan kepastian hukum juga melaksanakan amanat putusan MK Nomor 16/PUU-VIII/2010.
“Pembatasan peninjauan kembali (PK) memiliki aspek jaminan kepastian hukum, MK juga telah memutus soal tersebut. Namanya PK sebagai upaya hukum terakhir. Jangan ada upaya hukum terakhir diatas upaya hukum terakhir,” ujar Abdul Halim dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Dia menerangkan putusan MK Nomor 16/PUU-VIII/2010 tertanggal 15 Desember 2010 tentang pengujian konstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman secara tegas membatasi PK di luar perkara pidana. Dalam pertimbangan hukumnya, MK beralasan saat PK diajukan lebih dari satu kali bakal berdampak terhadap perkara yang tidak berkesudahan.
MK berpendapat bila PK dilakukan lebih dari satu kali, maka bertentangan dengan asas litis finiri oportet, setiap perkara haruslah ada akhirnya. Selain itu, PK yang diajukan lebih dari satu kali bisa merugikan pihak yang mencari keadilan.
Wakil Ketua Forum Dekan Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Wilayah Barat itu melanjutkan perubahan hukum acara melalui RUU Hukum Acara Perdata menjadi momentum yang tepat. Khususnya dalam menyempurnakan norma hukum acara perdata peninggalan kolonial Belanda. “Kami berharap RUU Hukum Acara Perdata ini dapat disahkan di Tahun 2022 ini,” ujarnya.