Amnesti, Abolisi dan Parameter Berkontribusi bagi Negara
- Rabu, 6 Agustus 2025
- HUMAS FH
- 0

Amnesti, Abolisi, dan Parameter Berkontribusi bagi Negara
Ditulis oleh Redaksi KetikPos | Diterbitkan di KetikPos.com | Agustus 2025
KetikPos.com – Abolisi kepada Tom Lembong dan Amnesti kepada 1.116 terpidana termasuk Hasto Kristianto menjadi perhatian publik. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memberikan Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
“Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.”
Hal ini merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur di dalam Konstitusi. Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 menegaskan Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan mempertimbangkan saran dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apa itu amnesti dan abolisi? Jika merujuk pada Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, khususnya di Pasal 4, ditegaskan bahwa dengan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang termaksud dalam Pasal 1 dan 2 dihapuskan. Sedangkan dengan pemberian abolisi, penuntutan terhadap mereka ditiadakan.
Pasal 1 menyatakan bahwa Presiden, atas dasar kepentingan negara, dapat memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan tindak pidana. Ini menjadi parameter penting atas diskresi Presiden terhadap terpidana.
Jika merujuk pada alasan Presiden memberikan amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristianto, yaitu untuk menjaga persatuan dan kesatuan, membangun bangsa secara bersama-sama, serta keduanya dianggap telah berkontribusi bagi negara.
Namun ukuran “berkontribusi bagi negara” sangatlah subjektif karena bergantung pada sudut pandang Presiden dan pertimbangan DPR. Tak dapat dihindari bahwa kompromi politik juga menjadi bagian dari elemen pemberian ini.
Meski demikian, konstitusi memberikan kewenangan istimewa kepada Presiden dalam hal ini.
Menilik Kasus Tom Lembong dan Hasto Kristianto
Dalam perkara Tom Lembong berdasarkan putusan Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst (hlm. 1424–1425), majelis hakim menilai bahwa terdakwa lebih mengedepankan sistem ekonomi kapitalis ketimbang ekonomi Pancasila. Ia juga dinilai tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi tersebut.
Pertimbangan ini menimbulkan banyak pertanyaan serta membuka ruang diskusi terkait logika hukum dan arah ideologi ekonomi yang diangkat dalam putusan tersebut.
Sementara dalam perkara Hasto Kristianto, meski tidak terbukti melakukan obstruction of justice, majelis hakim menyatakan ia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana suap dalam perkara Harun Masiku.
Namun, dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan serta kontribusi terhadap negara, Presiden akhirnya memberikan Amnesti dan Abolisi kepada keduanya.
“Hak istimewa Presiden dalam memberikan Amnesti dan Abolisi harus dipahami sebagai bagian dari kepentingan yang lebih besar: menjaga stabilitas nasional.”
Artikel ini dimuat sebagai bagian dari edukasi hukum dan kebijakan publik oleh Fakultas Hukum.