Sidang pemeriksaan pengujian materiil frasa “Kemerdekaan Republik Indonesia” dalam Pasal 16 Huruf a, Pasal 18, dan Pasal 20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (UU Keprotokolan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (3/12/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sidang dihadiri oleh Para Pemohon, yakni Ir. Pranoto, M.M. yang berprofesi sebagai Dosen & Pemerhati Sejarah Indonesia dan Drs. Dwi Agung berprofesi sebagai Guru Sekolah Menengah Atas di Bojonegoro, didampingi Penasehat Hukumnya Dr. Heru Sugiyono, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta bersama dengan Dr. Teguh  Hartono, S.H., M.H.; M. Agus Awalus Shoim, S.H., M.Phil; Agus Winarto, S.H., M.H.; Singgih Tomi Gumilang, S.H., M.H.; dan Amodra Mahardika P.W., S.H.

Agenda persidangan yakni mendengar keterangan Ahli yang dihadirkan MK, Andi Achdian, sejarawan dengan fokus pada sejarah kolonialisme dan pergerakan antikolonial di Indonesia. Dalam persidangan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Andi memaparkan bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa monumental yang menegaskan identitas bangsa.

Menurut Andi, proklamasi tersebut bukan hanya deklarasi kemerdekaan, tetapi juga simbol pembentukan identitas bangsa Indonesia yang mendahului berdirinya negara. Kalimat pembuka Proklamasi, “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”, mengandung konsep mendalam tentang kesadaran kolektif sebagai bangsa.

Berita Terkait :  Fullboard Review Penyusunan Dokumen ISK Prodi Hukum S1 & S2 Bersama Prof. Dr. Hj. Mella Ismelina Farma Rahayu, SH., M.Hum.

Ia menjelaskan bahwa gagasan “bangsa” dalam proklamasi ini mencerminkan konsep “komunitas politik yang terbayangkan”, sebagaimana dikemukakan Benedict Anderson. Proklamasi menegaskan bahwa Indonesia adalah entitas yang lahir dari pengalaman kolektif penjajahan, dengan Sumpah Pemuda 1928 sebagai tonggak awal kesadaran kebangsaan.

Andi menjelaskan bahwa salah satu poin penting yang membedakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari banyak negara lain adalah kesadaran bangsa yang mendahului pembentukan negara. Dalam teks proklamasi, Soekarno dan Hatta secara tegas menggunakan frasa “kami bangsa Indonesia” sebagai subjek yang memproklamasikan kemerdekaan, bukan “kami negara Indonesia”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah ada sebagai entitas kolektif sebelum terbentuknya negara.

Sebaliknya, seperti yang diungkapkan oleh Wallerstein, dalam banyak kasus di Eropa, pembentukan negara justru mendahului kesadaran bangsa. Misalnya, dalam proses pembentukan negara nasional di Prancis atau Inggris, identitas kebangsaan muncul setelah negara terbentuk. Namun di Indonesia, proses tersebut berjalan terbalik. Kesadaran sebagai bangsa lahir dari pengalaman kolektif menghadapi kolonialisme, menjadi alat perjuangan, dan akhirnya memuncak dalam pembentukan negara sebagai manifestasi politik dari kesadaran kebangsaan tersebut.

Berita Terkait :  Rapat Koordinasi Pembukaan Program Studi Hukum Bisnis Program Sarjana Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta

Dikatakan Andi, di era globalisasi, konsep bangsa sering dianggap sebagai sesuatu yang usang atau bahkan menjadi penghambat dalam konteks perdagangan bebas dan mobilitas global. Namun, pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bangsa tetap relevan sebagai alat untuk membangun solidaritas di tengah tantangan global. Dalam hal ini, kalimat pembuka teks proklamasi, “kami bangsa Indonesia” menjadi pengingat bahwa identitas kolektif tidak hanya penting untuk melawan kolonialisme, tetapi juga untuk menghadapi ancaman homogenisasi budaya dan ekonomi di era modern.

Ia pun menegaskan, bangsa sebagai gagasan yang dinamis proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan hanya deklarasi politik, tetapi juga pernyataan ideologis tentang pentingnya kesadaran bangsa sebagai basis pembentukan negara. Konsep bangsa yang diusung dalam proklamasi memberikan landasan yang kokoh bagi upaya nation-building meskipun tetap menghadapi tantangan dalam implementasinya. Sebagaimana yang dikemukakan dalam telaah ini, gagasan bangsa dalam konteks Indonesia bersifat dinamis. la terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, politik, dan ekonomi, tetapi tetap menjadi elemen yang tidak tergantikan dalam membangun solidaritas dan identitas kolektif. Dalam semangat itu, kalimat “kami bangsa Indonesia” tetap menjadi sumber inspirasi yang relevan untuk menghadapi tantangan zaman.

Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?