Prof. Stefen Koos Universitas Der Bundeswehr Munich Menjadi Narasumber Seminar Internasional Di Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta
- Kamis, 21 November 2024
- HUMAS FH UPNVJ
- 0
Jakarta, 19 November 2024 – Di tengah derasnya arus digitalisasi, kecerdasan buatan (AI) makin menjadi perbincangan hangat. Teknologi ini tidak hanya mengubah cara kita bekerja dan berkreasi, tapi juga memunculkan pertanyaan besar soal keadilan dan perlindungan hak cipta. Dengan kemampuannya mengolah data dalam skala besar dan menghasilkan karya kreatif yang luar biasa presisi, AI dianggap sebagai pedang bermata dua: inovatif, tapi juga penuh kontroversi.
Isu ini diangkat dalam seminar bertema “Navigating Creativity and Control: Balancing Freedom and Regulation in the Digital Economy Era” yang berlangsung di Auditorium FK UPN Veteran Jakarta. Seminar ini menghadirkan para pakar hukum, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk membahas dampak besar teknologi AI terhadap dunia kreatif. Salah satu yang jadi sorotan adalah bagaimana AI mengolah data tanpa melanggar hak cipta sekaligus menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan hak individu.
Dalam diskusi tersebut, Prof. Stefen Koos dari University of Bundeswehr Munich, Jerman, memaparkan dua kasus yang belakangan menjadi sorotan: Sarah Andersen et al. vs Stability AI, MidJourney, dan DeviantArt serta The New York Times vs OpenAI dan Microsoft. Lewat paparannya, Prof. Koos menyoroti ketergantungan AI pada data dalam jumlah besar untuk pelatihan.
“Masalahnya sebenarnya bukan pada AI itu sendiri, melainkan pada data yang digunakan untuk melatihnya,” kata Prof. Koos. Menurutnya, AI bisa meniru karya kreatif dengan sangat presisi berdasarkan pola statistik yang dipelajarinya. “Walaupun mungkin tidak langsung melanggar hak cipta, penggunaan data kreatif tanpa izin atau kompensasi jelas menimbulkan permasalahan secara etis dan hukum.”
Prof. Koos juga mengupas kasus The New York Times vs OpenAI dan Microsoft, di mana konten yang dihasilkan AI dianggap terlalu mirip dengan artikel aslinya. “Hasilnya memang terlihat berbeda, tapi struktur dan substansinya tetap mencerminkan karya asli. Ini menimbulkan perdebatan: di mana batas antara fair use dan pelanggaran orisinalitas?” ujarnya.
Tak hanya membahas kasus, seminar ini juga menekankan pentingnya regulasi yang bisa melindungi hak kreator tanpa menghambat perkembangan teknologi. “Bayangkan jika karya Anda bisa ditiru AI begitu saja tanpa ada penghargaan atau konsekuensi,” kata Prof. Koos. “Regulasi bukan soal membatasi inovasi, tapi memastikan ada keadilan dan penghormatan terhadap kreativitas manusia.”
Agar permasalahan ini dapat diselesaikan, dibutuhkan bantuan dari semua pihak, mulai dari pemerintah, pelaku industri, hingga akademisi, harus bergandengan tangan untuk mencari solusi. Di era ekonomi digital yang berkembang pesat, kolaborasi global jadi kunci untuk menciptakan keseimbangan antara kebebasan teknologi dan tanggung jawab hukum serta etika.