Veteran Legal Competition 2025 Hadirkan Diskusi Publik Bertema “Legal Framework in Digital Age”
- Kamis, 29 Mei 2025
- HUMAS FH UPNVJ
- 0



Jakarta, 29 Mei 2025, Melanjutkan kegiatan Veteran Legal Competition 2025 (VLC 2025), pada tanggal 17 Mei 2025 diisi oleh rangkaian acara Diskusi Publik diselenggarakan di ruang Bhineka Tunggal Ika (BTI) lantai 4 Gedung Rektorat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Dalam Diskusi Publik yang bertemakan “Legal Framework in Digital Age: Menjawab Tantangan Regulasi Teknologi Dalam Sektor Perdagangan”. Rangkaian acara ini diisi oleh sambutan, keynote speech, pemaparan materi dari narasumber, sesi tanya jawab, dan closing statement.
Diskusi Publik mengundang dua narasumber, yakni Fajrin Kautsar Singadipoera, S.H. (Legal Editor Hukumonline) dan Denny Julian Risakotta, S.H., S.E. (Koordinator Tim Penyelidikan KPPU), tentunya dipimpin oleh Moderator yakni Ilham Maulana Ash Shiddieq, S.H. (Government and Eksternal Relation Coordinator Hukumonline) dan Keynote Speech yakni Zul Amirul Haq, S.H., M.H. Acara ini dihadiri oleh 200 mahasiswa/i Fakultas Hukum di seluruh Perguruan Tinggi Indonesia dan masyarakat umum secara hybrid.
Sesuai dengan tema utama Veteran Legal Competition 2025, Diskusi Publik bertujuan untuk membangun pemahaman yang mendalam dan kemampuan berpikir kritis mengenai dampak transformasi teknologi terhadap perkembangan hukum bisnis dan regulasi di era digital.
Dalam Diskusi Publik, menghasilkan diskusi bahwa memasuki tahun 2025, integrasi teknologi seperti fintech, blockchain, artificial intelligence, dan platform e-commerce termasuk sebagai katalis utama dalam evolusi sektor perdagangan nasional. Kemajuan teknologi berpotensi sebagai solusi atas permasalahan perdagangan. Namun, di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Indonesia masih perlu untuk menciptakan kerangka hukum yang adaptif guna mengisi kekurangan dan kekosongan hukum dengan tetap menjaga kedaulatan nasional.
Dalam Diskusi Publik pun membahas mengenai dampak dari kemajuan teknologi terhadap persaingan usaha, terutama dalam sektor e-commerce, seperti kartel baik dalam bentuk pengaturan harga, wilayah, maupun produksi. Pada diskusi tersebut menekankan salah satu contoh kasus yakni Shopee yang membatasi opsi pengiriman dan kartel yang berpotensi merugikan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan perkara dan pengawasan dalam sektor e-commerce belum dilakukan secara optimal, serta kerangka hukum yang lemah. Berdasarkan diskusi mengenai persaingan usaha dalam sektor e-commerce perlu adanya pembentukan kerangka hukum yang progresif mengikuti perkembangan teknologi dan pengawasan terhadap praktik-praktik yang dilakukan oleh korporasi agar tidak merugikan konsumen dan pelaku usaha lainnya.