Dr. Handoyo Prasetyo, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Keberadaan UU BUMN 2025 ini tidak perlu ditakuti masyarakat, namun justru patut disyukuri karena memberikan celah selebar-lebarnya untuk pemidanaan korporasi apabila melanggar hukum baik bagi direksi maupun kepada Korporasi BUMN itu sendiri.

Pada 24 Februari 2025, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN 2025). Proses cepat pembahasan Revisi UU BUMN disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna pada 4 Februari 2025 berpotensi menjadi bom waktu persoalan (Irfan Murpratomo, 2025), menimbulkan banyak kecurigaan di masyarakat. Media online Tempo.co mencurigai revisi UU BUMN dikaitkan dengan pendirian BPI Danantara (Krisna Pradipta, 2025), superholding yang nantinya akan mengelola aset sebesar hampir Rp9.000 triliun, berasal dari aset tujuh BUMN yang akan ditarik masuk ke Danantara (Muhamad Ibrahim, 2025). 

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengkritisi potensi tumpang tindih kewenangan BPI Danantara dengan Kementerian BUMN. Dikhawatirkan pemisahan kekayaan BUMN dari kekayaan negara untuk memudahkan aksi korporasi berpotensi kerugian negara akibat korupsi (Seknas FITRA, 2025). Indonesia Corruption Watch (ICW) membuat delapan catatan kritis pada Kertas Posisi berjudul “Prahara BPI Danantara: Potensi ”Kejahatan Sempurna” Korupsi (Indonesia Corruption Watch, 2025).

Kekhawatiran elemen masyarakat tersebut sangat beralasan karena saat ini banyak BUMN terlibat kasus megakorupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.591,17 triliun (Ferry Napitupulu, 2025)  meningkat dari kerugian negara dari tahun 2016 – 2021 sebesar Rp47,9 triliun (Egi Primayogha, 2025). Tidak heran di masyarakat viral beredar Infografis Daftar Klasemen Liga Korupsi Indonesia, analogi dari Klasemen Liga Sepakbola (Ferry Napitupulu, 2025).

Berita Terkait :  MoU Follow-up, UPNVJ Delegation Visits Perdana University Malaysia

Menarik mengamati fenomena yang terjadi di masyarakat yang pada umumnya mengkhawatirkan lemahnya penegakan hukum jika terjadi tindak pidana di lingkungan BUMN mengingat ada ketentuan bersyarat yang membebaskan Menteri, dan pejabat BUMN lain atas kerugian jika dapat membuktikan. Pertama, kerugian bukan karena kelalaiannya. Kedua, telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian sesuai dengan maksud dan tujuan investasi dan tata kelola. Ketiga, tidak memiliki benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan investasi. Keempat, tidak memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah.

Jika penelitian lain fokus pada BPI Danantara, penulis lebih ke arah perspektif Korporasi BUMN. Justru Penulis melihat adanya celah lebar yang mempermudah pemidanaan korporasi apabila terbukti melakukan fraud. Penulis memfokuskan penelitiannya pada penggunaan instrumen prinsip-prinsip korporasi seperti Business Judgement Rule, Fiduciary Duty, dan prinsip-prinsip Korporasi lain dikolaborasikan dengan teori-teori korporasi seperti Vicarious Liability Theory, Corporate Culture Model Theory, Reactive Corporate Model Teory, dan teori pidana Efek Jera. 

Berita Terkait :  Workshop Pembekalan Magang MBKM “Pengenalan Litigasi” oleh Made Putra Aditya Pradana

Penggunaan teori pidana ini agar memberikan efek jera bagi Korporasi mengingat selama ini yang bertanggung jawab adalah direksi atau karyawan BUMN (Egi Primayogha, 2025) yang dengan mudah akan diganti oleh individu lain dengan potensi untuk mengulangi lagi fraud seperti pejabat sebelumnya. Korporasi BUMN seharusnya juga dikenakan sanksi pidana agar dilakukan pembenahan internal untuk mencegah fraud di kemudian hari. 

Penulis tertarik mengulas revisi UU BUMN 2025 ini karena selaras dengan bahan kajian disertasi penulis ketika menyelesaikan program Doktoral pada tahun 2013 lalu dengan  judul ”Elaborasi Tanggung jawab Korporasi, Direksi dan Karyawan dari Perdata ke Pidana, berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Handoyo Prasetyo dan Satino, 2025). Kajian disertasi tersebut dapat dipergunakan untuk mencegah tindak pidana korporasi, mengingat UU BUMN 2025 mengembalikan entitas korporasi BUMN menjadi entitas perseroan murni sepanjang prinsip-prinsip dasar perseroan dipenuhi sebagaimana diatur UU Perseroan Terbatas  yakni dengan iktikad baik, hati-hati, bukan untuk keuntungan pribadi (untuk kepentingan korporasi), sesuai maksud dan tujuan korporasi, tidak ada benturan kepentingan, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian Korporasi. 

 

Ditulis Oleh:
Dr. Handoyo Prasetyo, S.H., M.H.
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta)

Telah diterbitkan pada :

https://www.hukumonline.com/berita/a/uu-bumn-terbaru–rekonstruksi-pola-pemidanaan-korporasi-lt680fb4915dfec/

Share

Contact Us

×