Seminar Internasional FH UPN “Veteran” Jakarta Bertajuk “Navigating Creativity And Control: Balancing Freedom And Regulation In The Digital Economy Era”
- Kamis, 21 November 2024
- HUMAS FH UPNVJ
- 0
Jakarta, 19 November 2024 – Pada tanggal 19 November 2024, Seminar Internasional bertajuk “Navigating Creativity and Control: Balancing Freedom and Regulation in the Digital Economy Era” berhasil diselenggarakan di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Seminar ini menjadi wadah bagi para pakar internasional dan nasional untuk berdiskusi mengenai peran penting kebebasan dan regulasi dalam ekonomi digital yang terus berkembang. Dengan mengangkat subtema Limit of Freedom of Contract in Optimizing Essential Intellectual Property Products dan The Emergence of Content Creator Community: Between Freedom and Catastrophe, acara ini mengupas isu-isu krusial seputar perlindungan kekayaan intelektual serta tantangan yang dihadapi oleh komunitas kreator konten. Melalui pemaparan dari narasumber terkemuka seperti Prof. Dr. Stefan Koos, Prof. Hayyan Ulhaq, Dr. Muthia Sakti, dan Dr. Rafizah Abu Hassan, seminar ini memberikan wawasan yang mendalam tentang pentingnya menyeimbangkan antara kebebasan berkreasi dan pengaturan yang adil, demi menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan dan saling menguntungkan bagi semua pihak.
Sesi pertama yang membahas Limit of Freedom of Contract in Optimizing Essential Intellectual Property Products diisi oleh tiga narasumber terkemuka: Prof. Dr. Stefan Koos dari Bundeswehr University Munich, Prof. Hayyan Ulhaq dari Universitas Utrecht dan Universitas Mataram, serta Dr. Muthia Sakti, SH, MH, dari Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta.
Prof. Stefan Koos membuka diskusi dengan mengulas kompleksitas hak cipta dalam era kecerdasan buatan (AI). Beliau mengangkat beberapa kasus penting, seperti gugatan Sarah Andersen et al. terhadap Stability AI dan DeviantArt serta perselisihan hukum antara New York Times dengan OpenAI. “AI mampu mereproduksi karya-karya yang dilindungi hak cipta hampir secara verbatim. Hal ini menimbulkan tantangan baru terhadap prinsip fair use,” ujar Prof. Koos. Ia juga menyoroti pentingnya kerangka hukum baru yang dapat mengatur pelatihan dataset AI agar lebih adil bagi para pemegang hak cipta.
Sementara itu, Prof. Hayyan Ulhaq membahas pentingnya membatasi kebebasan kontrak untuk mencegah monopoli pasar dan mendukung akses teknologi yang adil. “Keseimbangan antara hak eksklusif dan kepentingan publik adalah esensi dari keadilan kontrak,” jelasnya. Beliau menekankan perlunya pendekatan kontrak yang lebih berkelanjutan dengan memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan, dan inovasi. Prof. Hayyan juga membahas tragedy of commons dan anti-commons, di mana teknologi dan hak eksklusif dapat menciptakan ketimpangan jika tidak diatur dengan baik.
Melengkapi sesi ini, Dr. Muthia Sakti memberikan perspektif hukum kekayaan intelektual (IP) di Indonesia, dengan fokus pada tantangan dan peluang dalam mendukung bisnis. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa kekayaan intelektual mencakup hak eksklusif yang timbul dari aktivitas intelektual manusia, seperti merek dagang, paten, desain industri, rahasia dagang, dan hak cipta. Kekayaan intelektual di Indonesia diatur oleh sejumlah undang-undang, termasuk Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.
Dr. Muthia juga membahas pentingnya sistem first-to-file dalam pendaftaran merek, paten, dan desain industri di Indonesia, yang memberikan prioritas kepada pihak pertama yang mendaftarkan haknya. Selain itu, ia menyoroti peran berbagai lembaga seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), pengadilan niaga, serta Kepolisian Nasional dalam penegakan hukum IP. Dalam konteks bisnis, hukum kekayaan intelektual dapat meningkatkan daya saing, melindungi inovasi, dan mencegah pelanggaran. Namun, Dr. Muthia juga mencatat beberapa tantangan, seperti lemahnya penegakan hukum, biaya litigasi yang tinggi, dan kurangnya koordinasi antar Lembaga.
Sesi kedua membahas subtema The Emergence of Content Creator Community: Between Freedom and Catastrophe yang disampaikan oleh Dr. Rafizah Abu Hassan dari Universiti Teknologi MARA (UiTM), Malaysia. Dr. Rafizah memaparkan pertumbuhan komunitas kreator konten di Malaysia yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. “Dengan penetrasi internet yang tinggi dan populasi muda yang adaptif terhadap teknologi, Malaysia telah menjadi salah satu pusat inovasi konten digital di Asia Tenggara,” ungkapnya.
Namun, pertumbuhan ini tidak lepas dari tantangan hukum. Dr. Rafizah menjelaskan berbagai batasan yang dihadapi kreator konten, termasuk UU Komunikasi dan Multimedia 1998, UU Fitnah 1957, dan UU Hak Cipta 1987. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam pengungkapan konten bersponsor, sesuai dengan Malaysian Communications and Multimedia Content Code. “Pelanggaran aturan dapat berujung pada denda hingga RM50.000 atau hukuman penjara maksimal satu tahun,” tambahnya.
Dr. Rafizah juga menyoroti isu etika, seperti pengaruh kreator konten sebagai panutan masyarakat. “Kreator harus menjaga integritas dengan menciptakan konten yang positif dan mematuhi standar hukum,” tuturnya. Ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara regulator, platform, dan kreator untuk membangun ekosistem digital yang berkelanjutan.
Seminar ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya menyeimbangkan kebebasan dan regulasi dalam ekonomi digital. Baik di bidang kekayaan intelektual maupun komunitas kreator konten, diperlukan pendekatan yang kolaboratif antara berbagai pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan digital yang adil dan berkelanjutan.