Jakarta, 19 November 2024 – Kebebasan kontrak, sebuah prinsip dasar dalam dunia hukum dan ekonomi, kini menjadi perbincangan hangat di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan disrupsi digital. Di satu sisi, kebebasan ini memberikan ruang bagi individu dan korporasi untuk menjalin kesepakatan secara bebas. Namun, di sisi lain, tanpa batasan yang jelas, prinsip ini berpotensi menimbulkan ketimpangan, eksploitasi sumber daya, hingga hambatan bagi inovasi. Dalam Seminar “Navigating Creativity and Control: Balancing Freedom and Regulation in the Digital Economy Era” yang digelar di FK UPN Veteran Jakarta, Prof. Hayyan dari Universitas Utrecht dan Universitas Mataram menyampaikan pandangan kritis tentang pentingnya membatasi kebebasan kontrak untuk melindungi sumber daya kolektif dan memastikan pembangunan yang berkeadilan.

Prof. Hayyan menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh kebebasan kontrak tanpa batas, khususnya dalam konteks disrupsi teknologi dan hak kekayaan intelektual. “Meskipun kebebasan kontrak memberikan hak kepada individu dan korporasi untuk mengeksploitasi sumber daya mereka, hal ini berisiko menciptakan ketimpangan antara perusahaan besar dan usaha kecil dan menengah (UKM). Tanpa batasan, kebebasan ini dapat memicu tragedy of the commons, di mana sumber daya alam dan intelektual terkuras atau dimonopoli,” jelasnya.

Berita Terkait :  Prof. Dr. Wicipto Setiadi, S.H., M.H. Guru Besar FH UPNVJ menjadi salah satu Penguji pada Ujian Promosi Doktor Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengacu pada contoh sejarah, ia menekankan dampak dari eksploitasi korporasi yang berlebihan, seperti hilangnya lebih dari 500 juta hektar lahan akibat aktivitas industri yang tidak teratur. Ia juga menyoroti kasus-kasus terbaru di Kalimantan, di mana ekstraksi sumber daya tanpa batas telah merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.

Dalam konteks kekayaan intelektual, Prof. Hayyan membahas konsep “anti-commons” – di mana paten yang berlebihan oleh korporasi menghambat inovasi dan kolaborasi. “Ketika perusahaan memonopoli paten-paten penting, mereka menghalangi pengembang lain untuk memanfaatkan kekayaan intelektual secara maksimal. Ini menciptakan hambatan inovasi dan menekan pesaing yang lebih kecil,” ujarnya.

Berita Terkait :  Membahas Jenis, Hierarki & Proses Pengharmonisasian Peraturan Perundang-Undangan, Prof. Dr. Wicipto Setiadi, S.H., M.H. kembali Menjadi Narasumber Legislative Drafting Training Basic Level

Ia juga menekankan pentingnya melindungi “sumber daya esensial” – informasi, teknologi, dan sumber daya vital yang diperlukan untuk keberlangsungan masyarakat dan korporasi. Tanpa intervensi regulasi, akumulasi sumber daya oleh entitas yang kuat dapat memperlebar kesenjangan dan menghambat pembangunan berkelanjutan.

Untuk menghadapi tantangan ini, Prof. Hayyan mengusulkan regulasi yang lebih ketat dan kerangka kerja kolaboratif yang menyeimbangkan hak korporasi dengan kesejahteraan kolektif. “Kita harus mendefinisikan ulang kebebasan kontrak agar dapat mendorong kesetaraan, keberlanjutan, dan inovasi, sekaligus mencegah monopoli sumber daya,” pungkasnya.

Sesi ini menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan yang diperlukan untuk mengatur kebebasan dan tanggung jawab para pelaku ekonomi dalam ekonomi digital yang semakin terhubung dan kompetitif.

Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?