Prof. Dhaniswara K. Harjono Kupas Tuntas Hukum Acara Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam PKPA Angkatan VIII Kolaborasi DPP IKADIN, DPC PERADI Jakarta Barat, & FH UPNVJ
- Sabtu, 4 Oktober 2025
- HUMAS FH
- 0

Jakarta, 4 Oktober 2025 — Dalam rangkaian kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VIII, hasil kolaborasi antara Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP IKADIN), Dewan Pimpinan Cabang PERADI Jakarta Barat, dan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (FH UPNVJ), dihadirkan narasumber bergengsi nasional — Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., M.B.A., Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI), Guru Besar Ilmu Hukum Bisnis, Advokat Senior, sekaligus Arbiter pada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Internasional.
Dalam sesi bertajuk “Hukum Acara Arbitrase dan Alternatif Dispute Resolution (ADR)”, Prof. Dhaniswara memberikan pemaparan komprehensif mengenai dinamika penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) sebagai alternatif yang efisien, rahasia, dan berkeadilan.
Prof. Dhaniswara mengawali pemaparannya dengan menelusuri sejarah perkembangan arbitrase di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa mekanisme arbitrase telah dikenal sejak masa kolonial Belanda melalui ketentuan Pasal 615–651 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv), dan kemudian mengalami transformasi signifikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
“Lahirnya UU No. 30 Tahun 1999 adalah titik balik penting bagi sistem penyelesaian sengketa di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan kemandirian arbitrase, memperkuat kepastian hukum, serta membuka ruang bagi arbitrase internasional,” jelas Prof. Dhaniswara.
Beliau menambahkan bahwa Indonesia juga telah mengakui keberlakuan Konvensi New York 1958 tentang Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards, yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981, sehingga putusan arbitrase internasional dapat diakui dan dieksekusi di Indonesia.
Alternatif Dispute Resolution: Ragam Mekanisme Non-Litigasi
Lebih lanjut, Prof. Dhaniswara menjabarkan lima bentuk utama penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999, yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli, selain mekanisme arbitrase.
Konsultasi — dilakukan melalui pertukaran pikiran untuk menemukan solusi bersama antara pihak-pihak yang bersengketa.
Negosiasi — merupakan komunikasi langsung untuk mencapai win-win solution tanpa pihak ketiga.
Mediasi — melibatkan mediator netral yang membantu para pihak mencapai kesepakatan tertulis yang mengikat.
Konsiliasi — menggunakan konsiliator yang berperan lebih aktif memberikan usulan atau solusi konkrit.
Penilaian Ahli — dilakukan oleh profesional independen yang memberikan pandangan teknis terhadap aspek yang disengketakan.
“ADR membuka ruang keadilan yang lebih manusiawi. Ia mendorong penyelesaian sengketa berbasis komunikasi, kesepakatan, dan kepercayaan, bukan sekadar kemenangan di meja hijau,” tegas Prof. Dhaniswara dengan penuh makna.
Arbitrase sebagai Mekanisme Efektif dan Rahasia
Memasuki pembahasan inti, Prof. Dhaniswara menguraikan definisi arbitrase sebagaimana Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999:
“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum berdasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
Ia menekankan bahwa arbitrase menjadi pilihan utama dalam penyelesaian sengketa bisnis karena menjamin kerahasiaan proses, efisiensi waktu, serta finalitas putusan.
“Keunggulan arbitrase terletak pada kerahasiaannya. Semua pemeriksaan dilakukan secara tertutup, sehingga hubungan bisnis para pihak tetap terjaga. Selain itu, putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (final and binding),” jelasnya.
Prosedur Hukum Acara Arbitrase: Dari Penunjukan Arbiter hingga Eksekusi
Dalam sesi berikutnya, Prof. Dhaniswara menjelaskan rangkaian proses hukum acara arbitrase, mulai dari pengajuan sengketa, penunjukan arbiter, hingga pelaksanaan putusan.
Pengajuan Sengketa dilakukan melalui permohonan tertulis kepada lembaga arbitrase yang disepakati.
Penunjukan Arbiter dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak atau, bila tidak tercapai, ditetapkan oleh lembaga arbitrase.
Pemeriksaan Perkara mencakup pemeriksaan bukti, saksi, dan keterangan ahli secara tertutup.
Putusan Arbitrase wajib diberikan paling lama 180 hari sejak pembentukan majelis arbitrase dan bersifat final.
Eksekusi Putusan dilakukan setelah didaftarkan ke Pengadilan Negeri dan memperoleh penetapan eksekusi (exequatur) oleh Ketua Pengadilan Negeri.
“Proses arbitrase yang terstruktur dan efisien menjadi solusi terhadap lambannya proses litigasi di pengadilan. Dengan arbitrase, sengketa dapat diselesaikan tanpa birokrasi panjang, tetapi tetap menjunjung tinggi keadilan,” ujar Prof. Dhaniswara.
Arbitration Clause: Fondasi Kekuatan Mengikat Arbitrase
Prof. Dhaniswara juga menyoroti pentingnya perjanjian arbitrase (arbitration clause) yang dicantumkan dalam kontrak bisnis. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 1999, keberadaan perjanjian arbitrase mengikat secara hukum dan meniadakan hak para pihak untuk mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri.
“Klausul arbitrase adalah jantung dari penyelesaian sengketa bisnis modern. Ia mencerminkan kepercayaan para pihak terhadap netralitas forum arbitrase,” tuturnya.
Lembaga-Lembaga Arbitrase di Indonesia dan Dunia
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dhaniswara juga memperkenalkan beberapa lembaga arbitrase nasional dan internasional yang berperan penting dalam penyelesaian sengketa komersial, antara lain:
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS-SJK)
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI)
Beliau juga menyinggung peran lembaga arbitrase internasional seperti International Chamber of Commerce (ICC) dan Singapore International Arbitration Centre (SIAC) sebagai forum penyelesaian sengketa lintas batas negara.
Penegasan Etika, Integritas, dan Kompetensi Advokat dalam ADR
Sebagai penutup, Prof. Dhaniswara menegaskan bahwa seorang advokat modern harus memiliki kemampuan tidak hanya dalam litigasi, tetapi juga dalam mekanisme ADR dan arbitrase.
“Advokat masa depan tidak hanya menjadi pejuang di ruang sidang, tetapi juga perancang solusi dalam forum alternatif. Di sanalah nilai profesionalitas dan etika diuji,” pesannya kepada para peserta PKPA.
Beliau mengajak para calon advokat untuk menguasai keterampilan negosiasi, komunikasi, dan analisis kontrak yang menjadi kunci keberhasilan dalam penyelesaian sengketa bisnis secara damai dan efektif.
Kegiatan ini merupakan bagian dari PKPA Angkatan VIII, hasil kolaborasi antara DPP IKADIN, DPC PERADI Jakarta Barat, dan FH UPN “Veteran” Jakarta, yang dirancang untuk memperkuat kompetensi praktis calon advokat sekaligus menanamkan nilai integritas, profesionalitas, dan semangat bela negara.
Melalui pembekalan dari narasumber berkelas nasional seperti Prof. Dr. Dhaniswara K. Harjono, kegiatan ini menjadi wujud nyata sinergi antara dunia akademik dan organisasi profesi hukum dalam mencetak advokat muda yang tangguh, berwawasan global, dan menjunjung tinggi etika profesi.