Kepala Departemen Hukum Internasional FH UPNVJ, M. Rizki Yudha Prawira memenuhi undangan dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai narasumber pada rapat terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 27 November 2025. Pada kesempatan tersebut, Rizki diminta untuk memberikan masukan dan pandangan terkait Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

Rapat dimulai dengan pemaparan dari bapak Safatil Firdaus selaku Ketua Tim Kerja Analisis dan Evaluasi BPHN. Pada pemaparan tersebut menjelaskan beberapa poin mengenai pentingnya eksistensi partai politik hingga beberapa hal yang perlu diperhatikan pada implementasi dari pengaturan undang-undang tersebut.

Sesi dilanjutkan dengan pemaparan dari Rizki selaku dosen yang berfokus pada kajian hak asasi manusia internasional terkait evaluasi pengaturan dalam UU Partai Politik. Ia menegaskan bahwa kebebasan untuk membentuk partai politik adalah salah satu bentuk pengejawantahan dari kebebasan berserikat (Pasal 22) dan hak berpartisipasi politik (Pasal 25) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

Rizki menjelaskan peran partai politik sangatlah krusial, hal ini dapat dilihat dari penegasan Pasal 26 pada General Comment on Article 25 ICCPR sebagai dokumen interpretasi dari sebuah perjanjian internasional. Partai politik memegang peranan yang signifikan dalam penyelenggaraan urusan publik dan proses pemilihan umum, sebagaimana dijelaskan pada pasal tersebut. Selanjutnya pada bagian ini memberikan tanggungjawab kepada negara memastikan bahwa dalam tata kelola internalnya, partai politik menghormati standar HAM dalam ICCPR khususnya Pasal 25.

Berita Terkait :  Kuliah Umum Program Doktor FH UPNVJ: Bedah RKUHAP Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Responsif dan Berkeadilan

Rizki menjelaskan beberapa poin kritis dalam UU Partai Politik mulai dari ketentuan mengenai pembentukan partai, proses rekrutmen, proses kaderisasi, semangat transparansi keuangan, hingga poin terkait keterwakilan perempuan. Rizki menegaskan bahwa keterwakilan perempuan dalam partai politik perlu dipastikan pelaksanaannya, bukan hanya karena memang perintah undang-undang namun juga karena juga diamanatkan oleh Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). 

Partisipasi perempuan dalam politik membutuhkan lebih dari sekadar hak memilih, tetapi keterlibatan sebagai pengambil keputusan. Semangat tersebut dapat dilihat dalam CEDAW melalui Article 4 ayat (1) yang menegaskan pentingnya Temporary Special Measures (TSM) sebagai langkah percepatan untuk mencapai kesetaraan de facto antara laki-laki dan perempuan tanpa dianggap sebagai diskriminasi. Salah satu bentuk yang lazim dipakai adalah mekanisme kuota khusus dalam sebuah sistem pemilihan umum.

Berita Terkait :  Penjemputan Mahasiswa Magang MBKM Fakultas Hukum UPNVJ di PT.Promosindo Medika

General recommendation No. 25 on CEDAW mendefinisikan TSM secara luas dimana bisa mencakup program dukungan, alokasi sumber daya, perlakuan preferensial, rekrutmen dan promosi yang ditargetkan, serta tujuan numerik berbatas waktu. TSM ini bertujuan sebagai instrumen korektif atas dinamika struktural maupun historis yang kerap menjadi tantangan bagi perempuan ketika memasuki ruang politik. Mekanisme tersebut dirumuskan bertujuan untuk dapat menciptakan kesetaraan kesempatan bagi perempuan di ranah politik.

Pertemuan ditutup dengan refleksi dan penutup dari panitia pertemuan. Diskusi berjalan dengan konstruktif namun tetap hangat, baik dari narasumber maupun para peserta. “Semoga dengan adanya pertemuan ini, dapat memberikan kontribusi pemikiran khususnya terkait eksistensi partai politik di Indonesia” ujar Rizki di akhir pertemuan.

Share

Contact Us

×