Jakarta, 19 November 2024 – Dalam era digital yang terus berkembang, peran pembuat konten semakin vital dalam membentuk lanskap ekonomi dan sosial global. Di tengah pesatnya pertumbuhan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, mereka tidak hanya menciptakan hiburan, tetapi juga memengaruhi opini publik dan keputusan konsumen. Seminar Navigating Creativity and Control: Balancing Freedom and Regulation in the Digital Economy Era yang diselenggarakan pada 19 November 2024 di Auditorium FK UPN Veteran Jakarta, menghadirkan Dr. Rafizah Abu Hassan dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia, yang membahas tantangan dan peluang yang dihadapi oleh para pembuat konten di era ini. Dalam sesi ini, Dr. Rafizah mengupas pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab hukum yang harus dipatuhi oleh para kreator dalam menjalankan peran mereka di dunia maya.

Dr. Rafizah menjelaskan perbedaan antara pembuat konten dan influencer. Pembuat konten, katanya, adalah mereka yang menciptakan materi asli yang bertujuan menghibur, mendidik, atau melibatkan audiens. Sementara itu, influencer lebih fokus pada pemanfaatan otoritas dan hubungan mereka untuk mempengaruhi opini publik dan keputusan pembelian. Pertumbuhan ekonomi digital di Malaysia memang pesat, berkat akses internet yang semakin meluas, kemajuan teknologi yang lebih terjangkau, dan tren generasi muda yang semakin aktif di platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube.

Berita Terkait :  Ujian Seminar Proposal dan Ujian Tesis Program Studi Program Magister Hukum Semester Ganjil T.A 2023/2024

Namun, Dr. Rafizah juga menekankan bahwa meskipun peluangnya besar, pembuat konten harus hati-hati terhadap risiko hukum yang mengintai. Di Malaysia, beberapa undang-undang seperti Communications and Multimedia Act 1998 (CMA), Sedition Act 1948, dan Copyright Act 1987 memberikan batasan yang ketat terhadap kebebasan berekspresi di dunia maya. Artikel 10 dari Konstitusi Federal memang menjamin kebebasan berbicara, tetapi konten yang dianggap ofensif, menyebarkan fitnah, atau menyesatkan dapat dikenakan sanksi, termasuk denda atau bahkan penjara. Ini menjadi perhatian penting bagi para pembuat konten yang perlu menjaga hati-hati dalam menyampaikan pesan mereka.

Selain itu, dalam hal kemitraan berbayar, Malaysia mewajibkan pembuat konten untuk mengungkapkan secara transparan hubungan sponsor yang ada. Jika mereka melanggar aturan ini, mereka dapat dikenakan denda hingga RM50.000, sebuah jumlah yang cukup besar bagi para kreator. Masalah lain yang tak kalah penting adalah hak cipta dan kekayaan intelektual. Pembuat konten yang menggunakan karya orang lain tanpa izin bisa menghadapi hukuman denda atau penjara, menandakan pentingnya untuk menghargai hak-hak kreatif orang lain. Dalam hal perlindungan data pribadi, Malaysia juga memiliki Personal Data Protection Act 2010 (PDPA) yang mengatur bagaimana data pribadi harus dikelola. Jika ada pelanggaran terhadap undang-undang ini, para pembuat konten bisa dikenakan sanksi berat.

Berita Terkait :  Mahasiswa/i Fakultas Hukum kembali meraih Juara 3 lomba Paper Competition The12th Business Law Competition 2022

Lebih lanjut, Dr. Rafizah juga menekankan betapa pentingnya etika dalam dunia pembuatan konten. Pembuat konten tidak hanya berperan sebagai penghibur atau pendidik, tetapi juga sebagai panutan bagi banyak orang. Oleh karena itu, transparansi, rasa hormat, dan kesadaran akan dampak sosial dari karya mereka adalah hal-hal yang harus selalu dijaga. “Konten yang baik tidak hanya harus menarik, tetapi juga harus bisa memberikan dampak positif dan patuh terhadap hukum,” katanya.

Sementara itu, pemerintah Malaysia mendukung penuh perkembangan industri kreatif lokal melalui berbagai inisiatif yang bertujuan memfasilitasi pembuat konten. Namun, dengan semakin maraknya kekhawatiran terhadap konten yang berpotensi merugikan masyarakat, beberapa pihak mengusulkan adanya regulasi yang lebih ketat, termasuk pendaftaran wajib bagi para pembuat konten.

Di akhir sesi, Dr. Rafizah menekankan pentingnya kolaborasi antara pembuat konten, regulator, dan pihak industri. “Untuk menciptakan ekosistem digital yang berkelanjutan, kita membutuhkan keseimbangan antara kebebasan berkarya, tanggung jawab, dan kepatuhan terhadap hukum. Pembuat konten memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi masa depan ruang digital, namun kekuatan ini harus digunakan dengan bijaksana,” tuturnya.

Share

Contact Us

× Ada yang bisa dibantu?