FH UPNVJ Gelar Diklat PARALEGAL Bertajuk “Prosedur Hukum dalam Sistem Peradilan Indonesia”
- Jumat, 17 Oktober 2025
- HUMAS FH
- 0

Jakarta, 17 Oktober 2025 — Sebagai bagian dari rangkaian Pendidikan dan Pelatihan Paralegal Tahun 2025, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (FH UPNVJ) melalui Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) menyelenggarakan kegiatan diklat paralegal dengan tema “Prosedur Hukum dalam Sistem Peradilan Indonesia.”
Kegiatan ini dipandu langsung oleh Dr. Heru Sugiyono, S.H., M.H., yang merupakan Ketua LKBH FH UPNVJ sekaligus Ketua Bagian/Jurusan Hukum FH UPNVJ. Diklat Paralegal ini menjadi salah satu bagian penting dalam upaya penguatan kompetensi keparalegalan mahasiswa hukum agar mampu memahami mekanisme kerja sistem peradilan nasional secara utuh, baik dari aspek normatif, struktural, maupun prosedural.
Dalam pembukaan materinya, Dr. Heru menegaskan bahwa sistem peradilan merupakan pilar utama dalam tegaknya negara hukum (rule of law). Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, kekuasaan kehakiman di Indonesia dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya — yang terdiri atas Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) — serta oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Tanpa sistem peradilan yang independen dan akuntabel, negara hukum hanya akan menjadi slogan. Paralegal dan mahasiswa hukum perlu memahami prosedur hukum agar mampu menjadi penjaga keadilan masyarakat,” tegas Dr. Heru.
Ia menjelaskan bahwa peran mahasiswa sebagai calon praktisi hukum tidak hanya sebatas memahami teori perundang-undangan, tetapi juga harus mampu menelusuri alur penyelesaian perkara di setiap lingkungan peradilan secara sistematis dan profesional.
Prosedur Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana
Bagian pertama materi membahas Sistem Peradilan Pidana (SPP) yang terdiri dari empat subsistem utama: Polisi (penyidikan), Jaksa Penuntut Umum (penuntutan), Pengadilan (pemeriksaan perkara), dan Lembaga Pemasyarakatan (eksekusi dan pembinaan).
Dr. Heru menjelaskan, sistem ini dirancang tidak hanya untuk menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga untuk melindungi masyarakat dari tindakan main hakim sendiri. Tujuannya, sebagaimana disebutkan dalam konsep Criminal Justice System, yaitu:
Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan,
Menjamin rasa keadilan dengan menyelesaikan perkara secara sah dan transparan,
Mengusahakan agar pelaku tidak mengulangi kejahatan di masa depan.
Beliau juga mengupas Pasal 110 KUHAP, yang mengatur mekanisme hubungan antara penyidik dan penuntut umum dalam tahap pra-penuntutan. Melalui contoh kasus konkret, Dr. Heru menguraikan bagaimana koordinasi antar lembaga penegak hukum menentukan cepat-lambatnya proses penegakan keadilan.
Peradilan Perdata: Jalan Damai dalam Penyelesaian Sengketa
Pada sesi berikutnya, Dr. Heru memaparkan mekanisme Peradilan Perdata sebagai wadah penyelesaian sengketa antar individu atau badan hukum. Ia menekankan pentingnya memahami asas-asas Hukum Acara Perdata, seperti:
Hakim bersifat menunggu (Pasal 5 ayat 1 UU No. 48/2009),
Hakim pasif (Pasal 4 ayat 2 UU No. 48/2009),
Persidangan terbuka untuk umum,
Kewajiban mendengar kedua belah pihak,
Putusan harus disertai alasan hukum yang jelas, serta
Adanya mekanisme beracara secara prodeo bagi masyarakat tidak mampu.
Beliau menjelaskan alur proses gugatan mulai dari pengajuan perkara, pemanggilan tergugat, mediasi, pemeriksaan saksi, hingga pembacaan putusan.
“Dalam hukum perdata, tujuan utama bukan mencari siapa yang salah, tetapi bagaimana menciptakan keadilan dengan cara damai,” ujarnya.
Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)
Dr. Heru kemudian memperluas pembahasan ke ranah Peradilan Tata Usaha Negara (TUN), yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 beserta perubahannya melalui UU Nomor 9 Tahun 2004 dan UU Nomor 51 Tahun 2009.
Sengketa TUN, katanya, muncul ketika orang atau badan hukum perdata merasa dirugikan oleh keputusan pejabat administrasi negara (Keputusan TUN). Dalam proses ini, penggugat berhak meminta pembatalan keputusan TUN, ganti rugi, atau rehabilitasi.
“Hakikat peradilan TUN adalah menguji keabsahan keputusan administrasi pemerintah. Di sinilah hukum berperan mengoreksi kekuasaan agar tidak sewenang-wenang,” jelas Dr. Heru.
Peradilan Militer dan Mahkamah Konstitusi: Dua Jalur Khusus Penegakan Keadilan
Materi juga mencakup peran Peradilan Militer yang berwenang memeriksa tindak pidana prajurit, serta Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution).
Dr. Heru menjelaskan, MK memiliki kewenangan menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa antar lembaga negara, membubarkan partai politik, menyelesaikan sengketa hasil pemilu, hingga menangani proses pemakzulan Presiden.
Beliau memaparkan secara rinci prosedur pengajuan permohonan ke MK, baik secara luring (offline) maupun daring (online), termasuk struktur permohonan, pemeriksaan pendahuluan, persidangan, rapat permusyawaratan hakim (RPH), hingga keluarnya putusan yang bersifat final dan mengikat (erga omnes).
“Putusan MK bukan hanya mengikat para pihak, tetapi seluruh warga negara. Ia menjadi koreksi atas hukum yang hidup dalam masyarakat,” tutur Dr. Heru.
Menumbuhkan Kesadaran Hukum dan Etika Paralegal
Kegiatan diklat paralegal ini berlangsung interaktif. Para peserta diajak berdiskusi dan menganalisis kasus nyata untuk memahami bagaimana sistem peradilan bekerja secara menyeluruh. Dr. Heru juga menekankan pentingnya etika profesi dan integritas paralegal dalam menjalankan fungsi bantuan hukum.
“Menjadi paralegal bukan sekadar membantu advokat, tetapi juga menjaga marwah keadilan. Integritas, objektivitas, dan empati sosial adalah modal utama dalam setiap langkah hukum,” pesannya kepada mahasiswa.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi wadah pembelajaran akademik, tetapi juga media pembentukan karakter hukum berwawasan Bela Negara.
Kegiatan tersebut juga mendukung Indikator Kinerja Utama (IKU) FH UPNVJ, khususnya pada aspek sertifikasi mahasiswa dan penguatan kompetensi praktis.
Dekan FH UPNVJ, Dr. Suherman, S.H., LL.M., dalam sambutannya mengapresiasi kontribusi Dr. Heru Sugiyono dan seluruh narasumber.
“Melalui pelatihan seperti ini, kami ingin mahasiswa FH UPNVJ tumbuh menjadi insan hukum yang tidak hanya paham teks, tetapi juga konteks, dengan kepekaan terhadap keadilan sosial,” ujarnya.
Diklat Paralegal bertema “Prosedur Hukum dalam Sistem Peradilan Indonesia” menjadi momentum penting bagi mahasiswa untuk memahami bagaimana hukum bekerja dalam praktik. Melalui kegiatan ini, FH UPNVJ terus memperkuat sinergi antara dunia akademik dan dunia profesi hukum, mewujudkan visi kampus sebagai Fakultas Hukum yang Unggul, Berintegritas, dan Humanis dalam Bingkai Bela Negara.