Jakarta, 12 Oktober 2025 — Dalam rangkaian kegiatan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan VIII, hasil kolaborasi strategis antara Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP IKADIN), Dewan Pimpinan Cabang PERADI Jakarta Barat, dan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (FH UPNVJ), dihadirkan sosok akademisi dan intelektual hukum terkemuka, Prof. Dr. Taufiqurrahman Syahuri, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta.

Dalam pemaparannya bertajuk “Argumentasi Hukum”, Prof. Taufiqurrahman menegaskan bahwa kemampuan berargumentasi hukum bukan hanya keterampilan teknis, melainkan inti dari rasionalitas profesi hukum yang membedakan advokat profesional dari praktisi biasa.

Mengawali sesinya, Prof. Taufiqurrahman menekankan bahwa argumentasi hukum merupakan seni berpikir logis dan sistematis untuk menjustifikasi keputusan atau pendapat hukum berdasarkan norma yang berlaku.

“Argumentasi hukum adalah napas profesi hukum. Tanpa kemampuan berargumen yang rasional dan berbasis hukum positif, seorang advokat akan kehilangan kredibilitas di hadapan hukum dan masyarakat,” ujar Prof. Taufiqurrahman dengan tegas.

Ia menambahkan bahwa dalam praktik advokat, kemampuan menyusun argumentasi hukum berperan penting dalam tiga ranah utama: penyusunan dokumen hukum, penyampaian pleidoi atau pembelaan di pengadilan, serta dalam penyusunan pendapat hukum (legal opinion).


Struktur Dasar Argumentasi Hukum: Logika, Fakta, dan Norma

Dalam penjelasannya, Prof. Taufiqurrahman memaparkan bahwa argumentasi hukum terdiri dari tiga unsur utama:

  1. Premis Fakta — yaitu kondisi nyata atau bukti yang terjadi dalam suatu kasus.

  2. Premis Norma — yaitu aturan hukum yang dijadikan dasar atau rujukan.

  3. Kesimpulan (Konklusi Hukum) — hasil penalaran dari hubungan antara fakta dan norma.

“Setiap argumentasi hukum yang baik harus berangkat dari fakta yang relevan dan norma yang sahih. Dari sana lahir kesimpulan hukum yang logis, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Ia mencontohkan proses ini dengan pola silogisme hukum, di mana penalaran hukum dibangun dari proposisi mayor (aturan hukum), proposisi minor (fakta kasus), dan menghasilkan konklusi hukum.

Berita Terkait :  Prof. Taufiqurrohman Syahuri Tekankan Pentingnya Aturan Transisi Pasca Putusan MK 135 dalam Webinar Nasional IKA FH UPNVJ 2025

Menalar Secara Yuridis: Antara Logika dan Keadilan

Lebih lanjut, Prof. Taufiqurrahman menjelaskan bahwa kemampuan berargumentasi hukum tidak hanya soal kemampuan berpikir logis, tetapi juga kemampuan menyeimbangkan antara kepastian hukum dan rasa keadilan.

“Hukum bukan hanya soal teks, tapi juga konteks. Argumentasi hukum harus mampu menjembatani antara lex dura sed lex—hukum itu keras, tetapi harus tetap menghadirkan kemanusiaan,” ujarnya dengan penuh makna.

Beliau menekankan pentingnya membedakan antara logika formal (yang berfokus pada kebenaran proposisi) dan logika substantif hukum (yang memperhatikan nilai keadilan, kemanfaatan, dan moralitas hukum).


Metode Argumentasi Hukum: Deduktif, Induktif, dan Analitis

Dalam bagian berikutnya, Prof. Taufiqurrahman menguraikan tiga metode utama dalam penyusunan argumentasi hukum, yakni:

  1. Metode Deduktif, yaitu penalaran dari kaidah umum menuju kasus konkret.

  2. Metode Induktif, yaitu penalaran dari kasus-kasus individual menuju prinsip umum.

  3. Metode Analitis-Kritis, yaitu penalaran yang menggabungkan logika hukum dan pertimbangan nilai untuk menilai keabsahan argumentasi pihak lain.

Beliau menegaskan bahwa advokat profesional harus mampu menggunakan ketiga metode ini secara proporsional sesuai kebutuhan konteks perkara.


Kesalahan Umum dalam Argumentasi Hukum dan Cara Menghindarinya

Prof. Taufiqurrahman juga menyoroti berbagai kesalahan umum (fallacies) yang kerap muncul dalam argumentasi hukum, seperti:

  • Argumentum ad hominem (menyerang pribadi lawan, bukan argumennya),

  • Argumentum ad populum (mengandalkan opini mayoritas), dan

  • Circular reasoning (berputar pada premis tanpa dasar baru).

“Seorang advokat harus cermat membangun logika. Hukum tidak bisa dijalankan dengan retorika kosong. Argumentasi yang kuat lahir dari analisis yang jujur terhadap fakta dan hukum,” tegas Prof. Taufiqurrahman.


Argumentasi dalam Putusan Hakim dan Etika Profesional Advokat

Selain dari sisi pembelaan, Prof. Taufiqurrahman juga mengajak peserta memahami bagaimana argumentasi hukum dibangun dalam putusan hakim. Menurutnya, setiap putusan hakim harus mengandung alasan hukum (ratio decidendi) dan pertimbangan moral yang mendasari amar putusan.

“Putusan tanpa argumentasi hukum adalah keputusan tanpa jiwa. Begitu pula advokat, ia harus berargumen bukan untuk menang semata, tetapi untuk mencari kebenaran hukum,” ungkapnya.

Beliau menutup sesi dengan menekankan pentingnya etika dan integritas dalam menyusun argumentasi hukum. Advokat tidak boleh memanipulasi fakta demi kemenangan semu, karena kredibilitas profesi hukum bergantung pada kejujuran intelektual dan moralitas profesional.

Berita Terkait :  Discussing AI and Copyright, Prof. Stefen Koos of Der Bundeswehr University Munich is a Speaker at the International Seminar of the Faculty of Law UPN “Veteran” Jakarta

Materi “Argumentasi Hukum” ini menjadi salah satu sesi penting dalam PKPA Angkatan VIII, yang merupakan kolaborasi antara DPP IKADIN, DPC PERADI Jakarta Barat, dan Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta.

Kegiatan ini bertujuan membentuk calon advokat muda yang tidak hanya kompeten secara akademik, tetapi juga tangguh dalam berpikir kritis, analitis, dan etis dalam menjalankan profesinya.

Melalui pemaparan Prof. Taufiqurrahman Syahuri, para peserta mendapatkan pemahaman mendalam bahwa argumentasi hukum bukan sekadar alat berdebat di pengadilan, tetapi juga wujud tanggung jawab moral dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dan bermartabat.

Share

Contact Us

×